Suling Uap Dari Panas Bumi Demi Dapatkan Air, Berikut Perjuangan Warga di Palue

Reruwairera, pejalan.or.id – Cuaca sedikit mendung pagi itu, Selasa (12/10/2022). Tak jauh dari kantor Desa Rokirole dan sekolah dasar, persis di belakang rumah warga, tampak berjejer batang-batang bambu petung (Dendrocalamus asper). Areal lapang dengan kemiringan 30 derajat ini dipenuhi batang-batang bambu.

Bambu-bambu setinggi 1-2 m tersebut ditanam di dalam tanah sedalam sekitar 30 cm di bagian pangkalnya. Bambu tersebut disambung dengan sebilah bambu lain sepanjang 5-7 m menggunakan serat buah lontar atau Siwalan. Bambu tersebut dipasang menurun atau lebih rendah dari ujung bambu yang tertanam di tanah.

Warga Pulau Palue kesulitan mengakses air bersih. Di areal tanah lapang atau di samping rumah warga, biasa terdapat instalasi penyulingan uap air menggunakan bambu petung.

Bagian ujung bambu panjang terdapat kotak kayu selebar 60-90 cm dengan tinggi 70-100 cm. Dalam kotak tersebut diletakan jerigen berukuran 20 liter. Air akan menetes dari ujung bambu dan ditampung di dalam jerigen.

Instalasi peyulingan air ini merupakan pemandangan biasa yang dijumpai di 3 desa di Pulau Palue, Kecamatan Palue, yakni Rokirole, Kesokoja dan Reruwairera.

Uap air panas bumi akan naik melalui bagian dalam bambu yang ditancap di dalam tanah. Buliran uap air di dalam bambu itu akan jatuh ke bawah kemudian ditampung

Uap air panas bumi akan naik melalui bagian dalam bambu yang ditancap di dalam tanah. Buliran uap air ini yang akan melewati dinding bagian dalam bambu dan jatuh menetes di bagian ujung bambu yang letaknya lebih rendah.

Pulau Palue ibarat tubuh gunung api Rokatenda. Gunung api dengan ketinggian 3 ribu meter bila diukur dari dasar laut dan 876 m dari permukaan laut. Palue dalam bahasa lokal artinya mari pulang.

Penyulingan uap air panas bumi dengan batang bambu di Dusun Cawalo, Desa Rokirole, Kecamatan Palue, Pulau Palue, Kabupaten Sikka, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Foto : Ebed de Rosary

Hemat Pemakaian Air

Pulau Palue merupakan sebuah pulau terluar yang masuk wilayah Kabupaten Sikka, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT).

Kecamatan Palue yang mempunyai luas 41 Km², terdiri dari 8 desa yakni Maluriwu, Reruwairere, Kesokoja, Ladolaka, Tuanggeo, Rokirole, Nitunglea dan Lidi.

Fidelis Pele warga Desa Rokirole saat ditemui Mongabay Indonesia mengatakan, instalasi penyulingan uap air ini sudah ada sejak dahulu. Fidelis katakan, awalnya warga mengandalkan air dari batang pisang untuk minum.

Selain mengandalkan air dari hasil penyulingan, warga pulau gunung api Rokatenda ini memanfaatkan air hujan dengan menampung ke bak air untuk konsumsi sehari-hari.

Tidak ada mata air di pulau ini. Hanya ada mata air payau di pinggir pantai sejauh satu kilometer dari pemukiman sehingga jarang dikonsumsi. Warga hanya memanfaatkannya untuk mencuci pakaian atau mandi.

“Awalnya kami mengandalkan air dari batang pisang lalu memakai penyulingan uap air. Sekitar tahun 2000-an baru warga mulai membangun bak penampung air hujan di rumahnya,” ucapnya.

Air hujan kerap dipakai untuk mandi dan mencuci, sedangkan untuk minum mengandalkan air dari penyulingan. Bila air penyulingan tidak cukup, maka air hujan pun dipakai untuk minum.

“Penyulingan air dua hari bisa dapat 20 liter dipakai untuk memasak, langsung diminum juga bisa,” tuturnya.

Namun bila curah hujan terbatas dan air di bak penampung tidak mencukupi, warga pun berhemat. Harus dihitung secara cermat agar air bisa cukup dipakai untuk setahun.

Penyulingan uap air panas bumi dengan batang bambu di Dusun Cawalo, Desa Rokirole, Kecamatan Palue, Pulau Palue, Kabupaten Sikka, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Foto : Ebed de Rosary

Apabila tidak cukup juga, warga pun menurutnya,terpaksa membeli air dari Ropa, wilayah Kabupaten Ende yang berada di pesisir pantai utara Pulau Flores. Wilayah Ropa merupakan daerah terdekat yang bisa ditempuh menyeberangi laut dari Pulau Palue. Hanya butuh waktu sekitar 30 menit saja.

“Bila air terbatas maka warga berhemat dalam mandi karena memprioritaskan untuk masak dan mencuci pakaian. Kadang mandi air laut bila terpaksa,” ungkapnya.

Fidelis berkisah, dahulu warga membangun gereja pun menggunakan air dari batang pisang untuk mencampur semen. Tak heran pembangunanya bisa memakan waktu setahun lebih.

Berharap Hujan

Jumlah penduduk Pulau Palue yang tersebar di 8 desa menurut data BPS tahun 2021 sebanyak 9.449 jiwa. Penduduk terbanyak berada di Desa Rokirole sebanyak 1.396 jiwa dan terendah di Desa Tuanggeo berjumlah 1.016 orang.

Hujan bagi warga Pulau Palue merupakan berkat berlimpah. Bukan saja menyirami tanaman namun jauh dari itu, air hujan jadi sumber air guna memenuhi kebutuhan keluarga selama setahun.

Air hujan yang jatuh di atap rumah akan dialirkan ke talang yang terhubung ke bak air. Bak-bak penampung air pasti terlihat di setiap sudut rumah warga di pulau gunung api ini.

Bak air berdiameter minimal 2-4 m dan tinggi maksimal 5 m. Ada yang berbentuk bulat, ada yang bentuknya segi empat. Ada tangga di sampingnya agar memudahkan untuk menimba air dari dalam bak.

Warga Dusun Tudu, Desa Rokirole Andreas Sosu menyebutkan, bila hujan turun seharian maka bak-bak air tersebut akan penuh.

Andreas katakan,warga yang mampu sering membeli air mineral di galon dari Maumere. Kapal motor tradisional maupun kapal fery yang bersandar di pulau ini selalu membawa galon-galon air mineral.

Di Dusun Tudu, penyulingan uap air bukan saja berada di belakang perkampungan warga tapi juga di samping atau depan rumah warga.

Pernah ada bantuan pemerintah mesin penyuling air laut menjadi air tawar namun hanya berumur setahun saja dan rusak.

Sumur air tawar di samping dermaga di Uwa, Desa Rerurwairere pun sudah tertutup material longsoran saat  gunung api Rokatenda meletus 10 Agustus 2013.

Bencana Kekeringan

Hampir setiap tahun Kabupaten Sikka mengalami bencana kekeringan termasuk di Palue yang paling terdampak parah. Badan Penangulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Sikka pun rutin menyuplai air bersih ke pulau ini.

Bupati Sikka, Fransiskus Roberto Diogo, menetapkan Sikka siaga bencana kekeringan, terhitung mulai dari 25 September hingga 24 Oktober 2021.BPBD Sikka pun menyuplai 200 ribu liter air ke 8 desa di Palue.

Air diangkut menggunakan kapal kayu dari wilayah Kabupaten Ende menggunakan tanki air. Warga menunggu di pesisir pantai. Air dialirkan dari tanki air di kapal menggunakan selang untuk ditampung di tanki yang ditaruh di pesisir pantai.

“Kalau kekeringan berkepanjangan maka kami kesulitan air bersih. Paling hanya air dari penyulingan saja untuk dipakai memasak dan minum,” ujar Andreas.

Andreas katakan, bagi warga yang bermukim dekat pesisir pantai maka mudah mendapatkan air bersih bantuan dari BPBD Sikka. Sementara yang ada di perbukitan harus mengambilnya dengan menggunakan sepeda motor.

Selain air bersih, di Pulau Palue tidak ada SPBU (Stasius Pengisian Bahan Bakar Umum).Warga membeli BBM dari Kota Maumere dan membawanya menggunakan kapal penumpang.

Meski ada penjual pertalite eceran di pulau ini, harganya bisa dua kali lipat dari harga di Maumere.

Warga Palue mayoritas petani dan nelayan. Hasil pertanian yang diandalkan yakni jambu mete, asam, kacang hijau dan ubi jalar. Hasil pertanian dijual ke Maumere atau ke Pasar Ropa di pantai utara Kabupaten Ende yang jaraknya lebih dekat ke Palue.

“Kami Berharap pemerintah bisa mencari solusi untuk mengatasi kesulitan air bersih warga Palue,” pungkas Andreas.

Editor : pejalan.or.id

Share |

Artikel Terkait