Krisis Keanekaragaman Hayati : Mimpi Menuju Indonesia Emas 2045 Terancam

Tanjungpinang, pejalan.or.id – Keanekaragaman hayati (kehati) laut menjadi salah satu fokus dalam perencanaan pembangunan nasional melalui Visi Indonesia Emas  2045 atau saat perayaan Hari Kemerdekaan ke-100 Republik Indonesia.

Rencana detail tersebut ditetapkan dalam dokumen Strategi dan Rencana Aksi Keanekaragaman Hayati atau Indonesian Biodiversity Strategy and Action Plan (IBSAP) 2025-2045 yang diluncurkan pada 8 Agustus 2024 di Istana Wakil Presiden RI di Jakarta.

Kehadiran dokumen tersebut menjadi pembaruan dari dokumen serupa yang berlaku dari 2015 hingga 2020. Proses pembaruan kemudian dimulai dengan melakukan inisiasi dan penyusunan dokumen sejak 2023.

Sebagai inisiator, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/ Perencanaan Pembangunan Nasional Republik Indonesia (Kementerian PPN/BAPPENAS) menyebut kalau perumusan naskah dokumen selaras dengan Visi Indonesia 2045 dan hasil Konferensi Keanekaragaman Hayati ke-15 Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) atau The 15th meeting of the Conference of the Parties The Convention on Biological Diversity (COP15 CBD).

Menteri PPN/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa mengatakan kalau dokumen IBSAP 2025-2045 menjadi dokumen perencanaan pembangunan nasional jangka panjang dan menengah. Itu juga menjadi dokumen strategis yang penting untuk arah kebijakan dalam pengelolaan kehati.

“Sudah melalui proses penyelarasan ke dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2025-2045 dan rancangan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2025-2029,” ungkapnya.

Dia mengatakan, keberhasilan menyelesaikan, mengesahkan, dan meluncurkan dokumen IBSAP adalah sesuatu yang pantas disyukuri dan itu adalah buah dari kolaborasi yang solid dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Kementerian Pertanian (Kementan), dan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).

Peran KLHK lebih luas lagi dalam penyusunan dokumen, karena lembaga tersebut adalah Koordinator Nasional Konvensi Keanekaragaman Hayati atau National Focal Point of Convention on Biological Diversity (NFP CBD).

Selain itu, Suharso Monoarfa menyebut kontribusi dari pemerintah daerah, swasta, dan mitra pembangunan dalam penyusunan IBSAP berperan sangat penting. Juga, organisasi nirlaba nasional dan internasional ikut berperan dalam proses tersebut.

Adapun, dokumen IBSAP 2025-2045 yang sudah diluncurkan memiliki tiga tujuan utama, yaitu: kelestarian ekosistem, spesies, dan genetik; pemanfaatan yang berkelanjutan; dan pelaksanaan yang dapat mewujudkan kelestarian kehati.

Lebih teknis, dokumen IBSAP 2025-2045 juga telah menetapkan ukuran yang jelas untuk menilai capaian setiap tujuan dan target. Dengan demikian, saat ini Pemerintah tengah menyiapkan langkah lanjutan yang lebih detail untuk menerapkan tiga tujuan tersebut.

Foto Penyu Yang Berenang Di Bawah Air. Foto : pexels.com

Pengelolaan Holistik Kehati

Wakil Presiden RI Ma’ruf Amin yang hadir pada peluncuran tersebut, menyebut kalau pengelolaan kehati harus dilakukan secara holistik, dengan mencakup ekosistem daratan dan perairan. Semuanya bermuara untuk kesejahteraan rakyat.

Dia menekankan bahwa pemanfaatan kehati bukan hanya dipandang sebagai sumber pangan saja. Melainkan juga sebagai sumber pertumbuhan ekonomi yang harus dikelola secara berkelanjutan dan berkeadilan. “Disertai standar-standar keberlanjutan, serta penggunaan inovasi, dan teknologi,” terangnya.

Pelestarian kehati Indonesia sudah menunjukkan kemajuan signifikan dari waktu ke waktu. Pada 2023 misalnya, kawasan yang dilindungi di daratan telah mencapai 26,7 persen dan di perairan mencapai 8,9 persen, dengan target 30 persen pada 2045.

“(Dokumen IBSAP) akan menjadi panduan bagi seluruh pemangku kepentingan berpartisipasi mewujudkan pertumbuhan ekonomi berkelanjutan, dan Visi Indonesia Emas 2045,” ucapnya.

Menurutnya, pengelolaan kehati secara menyeluruh harus dimulai dari perencanaan tata ruang yang inklusif, pemulihan dan perlindungan ekosistem, spesies, genetik, dan pengendalian risiko pencemaran lingkungan.

Selain pengelolaan, Ma’ruf Amin menilai perlu juga diperhatikan pemanfaatan kehati secara berkelanjutan dan berkeadilan. Hal ini dilakukan dengan penerapan standar-standar keberlanjutan dan penggunaan inovasi serta teknologi.

Selanjutnya, kepada para pemangku kepentingan diminta untuk melakukan pengembangan kehati dengan dididukung oleh pendanaan yang memadai. Tegasnya, pengembangan harus dilakukan dengan mencakup skema pembiayaan yang inovatif.

“Seperti penerbitan green dan blue bondsgreen sukuk, transfer fiskal berbasis ekologi, serta berbagai insentif bagi pihak swasta dalam pelestarian keanekaragaman hayati,” urainya.

Agar pengelolaan kehati bisa berjalan baik, Ma’ruf juga meminta agar semua pemangku kepentingan bisa meningkatkan sinergi dan kolaborasi multipihak. Dukungan pihak swasta, filantropi, dan dunia internasional sangat penting, karena bisa membantu pengelolaan dan menjaga pelestarian serta keseimbangan ekosistem global.

Foto Pemandangan Terumbu Karang. Foto : pexels.com

Tujuan, Target dan Strategi IBSAP

Deputi Bidang Kemaritiman dan Sumber daya Alam Kementerian PPN/BAPPENAS Vivi Yulaswati mengatakan bahwa dokumen memiliki visi pada keselarasan hidup dengan alam dan bermanfaat untuk keberlangsungan bentuk kehidupan di Indonesia.

Sementara, misi yang diemban dokumen selama 20 tahun ke depan adalah untuk mewujudkan perlindungan, pemanfaatan berkelanjutan, pengayaan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta penguatan sumber daya dan tata kelola.

“Ini adalah pekerjaan rumah yang harus dikerjakan satu demi satu pada masa mendatang,” ucapnya.

Selain tiga tujuan pengelolan kehati, dia mengatakan kalau dokumen IBSAP 2025-2045 juga 13 strategi, 20 target nasional, dan 95 kelompok aksi. Khusus untuk menjalankan tiga tujuan, sudah disiapkan strategi, target nasional, dan kelompok aksi.

Tujuan pertama, ada enam strategi, tujuh target nasional, dan 38 kelompok aksi. Tujuh target nasional itu, adalah integrasi ekosistem, restorasi, rehabilitasi, reklamasi, perlindungan ekosistem, perlindungan spesies dan generik, penurunan spesies asing invasif, pengurangan pencemaran, serta pengurangan risiko dan ketahanan iklim.

Tujuan kedua, ada empat strategi, lima target nasional, dan 25 kelompok aksi. Lima target nasional adalah pengelolaan pemanfaatan sumber daya hutan berkelanjutan, budi daya berkelanjutan, nilai jasa lingkungan, ketersediaan dan akses ruang terbuka hijau dan biru, serta pemanfaatan dan pembagian keuntungan sumber daya genetik.

Tujuan ketiga, ada tiga strategi, delapan target nasional, dan 32 kelompok aksi. Delapan target nasional itu, pengayaan ilmu pengetahuan dan teknologi, pengelolaan keamanan hayati, integrasi data, pengarusutamaan kehati, partisipasi masyarakat, keterlibatan swasta, daya dukung finansial, dan reformasi insentif.

Vivi menerangkan, dokumen IBSAP 2025-2045 memuat visi dan tujuan yang selaras dengan dokumen Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2025-2045 dan RPJ Menengah Nasional (RPJMN) 2025-2029.

Selain itu, dokumen juga sudah mengacu pada Tujuan Pembangunan Berkelanjutan/Sustainable Development Goals (TPB/SDGs), serta kesepakatan global Kunming-Montreal Global Biodiversity Framework (KM-GBF).

Agar pengelolaan bisa berjalan baik dan lancar, perencanaan pada tingkat nasional akan dilakukan sinkronisasi melalui K/L terkait, dan kemudian ditetapkan dalam dokumen RPJP Daerah (RPJPD) 2025-2045 dan RPJM Daerah (RPJMD) 2025-2029.

Sebagai dokumen jangka panjang selama 20 tahun, Pemerintah Indonesia akan melakukan evaluasi dan pembaruan dokumen IBSAP 2024-2025 setiap lima tahun yang dihitung dari 2025. Proses tersebut diharapkan bisa menyerap semua perubahan selama periode berjalan.

Implementasi IBSAP 2025-2045 didukung oleh kaidah pelaksanaan yang terdiri atas kerangka kelembagaan, kerangka regulasi, kerangka pendanaan, kerangka pemantauan, evaluasi dan pelaporan, serta kerangka komunikasi, edukasi, dan penyadaran publik.

Skema Pendanaan

Lebih jauh, Vivi mengatakan kalau penerapan IBSAP 2025-2045 juga menjadi tantangan untuk mencari berbagai solusi finansial yang dibutuhkan. Pengembangan solusi, sudah dijelaskan oleh Wapres Ma’ruf Amin dalam paparannya.

Namun, dia merinci solusi pembiayaan untuk pelaksanaan IBSAP 2025-20245, mencakup sukuk melalui penyediaan dukungan teknis kepada pemrakarsa dan memperluas kerja sama dengan kementerian lain yang berkepentingan dengan proyek kehati.

Solusi kedua, adalah ecological fiscal transfer (EFT) untuk memfasilitasi pelaksanaan transfer fiskal ekologis di pemerintah daerah, terutama dari pemerintah provinsi ke kabupaten, dan/atau dari kabupaten ke tingkat desa.

Ketiga, institutionalize result-based budget tracking for biodiversity expenditure. Hal itu bertujuan untuk memindahkan pekerjaan penilaian pengeluaran (expenditure) kehati yang sedang berlangsung dari manual ke sistem daring, guna mendorong pelembagaan pengeluaran kehati ke dalam sistem penganggaran berbasis kinerja.

Solusi keempat, adalah developing a solution for nature-related disclosure untuk membuat sistem dan kerangka kerja yang mengintegrasikan pertimbangan lingkungan (kehati) ke dalam pelaporan dan pengambilan keputusan.

Terakhir, adalah leveraging faith-based fund for biodiversity yang bertujuan memperluas pekerjaan mengeksplorasi inisiatif pendanaan berbasis agama. Solusi ini dinilai pas, karena Indonesia adalah negara yang cukup agamis.

“Sehingga sumber-sumber pendanaan berbasis agama ini tentunya bagaimana nanti kita arahkan juga untuk mendukung pengelolaan keanekaragaman hayati,” ungkapnya.

Tak lupa, Vivi mengungkapkan kalau pihaknya akan mengawal upaya peningkatan pendanaan kehati, meningkatkan kualitas pengeluaran, dan memperluas sumber pendanaan melalui pengembangan bioekonomi.

Kemudian, melakukan peningkatan akses dan aliran pendanaan internasional melalui Global Biodiversity Framework Fund (GBF Fund), dan pengembangan insentif/disinsentif bagi aktivitas terkait dengan pengelolaan keanekaragaman hayati.

Selain itu, saat ini juga tengah dikaji pilihan solusi finansial kehati lainnya agar peluang penentuan mekanisme tambahan bisa semakin terbuka. Semua kajian itu belajar kepada penerapan IBSAP pada periode 2015-2020.

Selama lima tahun tersebut, total kebutuhan pendanaan mencapai Rp33 triliun per tahun. Namun, untuk melaksanakan delapan target nasional IBSAP 2015-2020, saat itu Financial Needs Assessment (FNA) mengkaji bahwa minimal diperlukan sebesar Rp167,91 triliun atau USD11,58 miliar.

Di sisi lain, dari hasil pelacakan pembiayaan pada periode 2015-2020, ditemukan fakta bahwa masih ada jarak yang cukup besar antara perencanaan dengan realisasi. Selama lima tahun itu, terdapat jarak hingga 74 persen.

Terkait pembiayaan pada periode 2025-2045, Vivi menerangkan bahwa dari hasil identifikasi awal yang dilakukan Pemerintah, sedikitnyan diperlukan pembiayaan senilai Rp70,69-Rp75,53 triliun per tahun. Semua biaya diperlukan untuk penerapan 14 dari 20 target nasional.

Saat ini, Pemerintah masih berfokus pada sumber pendanaan publik dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Nasional (APBN), dan APB Daerah (APBD), yang bersumber dari Pinjaman dan/atau Hibah Luar Negeri (PHLN), pendapatan pajak, serta Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).

Agar jarak pembiayaan bisa dihilangkan, Pemerintah menyiapkan strategi pendanaan IBSAP dengan memperbesar sumber pendanaan kehati melalui pendanaan publik dan swasta.

“Upaya ini dilakukan untuk mencapai kebutuhan pendanaan kehati berkelanjutan,” pungkasnya.

Foto Dugong Di Padang Lamun. Foto : pexels.com

Peran BRIN dan KKP dalam IBSAP

Kepala BRIN Laksana Tri Handoko mengatakan kalau IBSAP 2025-2045 adalah bentuk optimalisasi pemanfaatan berkelanjutan, penguatan tata kelola keanekaragaman hayati melalui pengayaan ilmu pengetahuan dan teknologi, peningkatan kapasitas sumber daya manusia, penguatan finansial, serta penguatan regulasi dan penegakan hukum.

Menurut dia, BRIN telah memiliki sarana infrastruktur riset dan inovasi berkelas dunia yang bisa menghasilkan riset yang bekerja untuk mengoptimalkan keanekaragaman hayati. Itu diharapkan dapat berdampak signifikan dan menjadi pendorong ekonomi Indonesia.

Kepala Organisasi Riset Hayati dan Lingkungan BRIN Andes Hamuraby Rozak menyebut kalau pengembangan ekonomi berkelanjutan dapat dilakukan melalui pemanfaatan potensi bioprospeksi di berbagai ekosistem Indonesia, mulai dari laut dalam sampai pegunungan.

“Potensi tersebut dapat dikembangkan menjadi produk obat-obatan, energi, dan bahan pangan yang berkelanjutan,” jelasnya.

Berkaitan dengan pemanfaatan kehati, BRIN memiliki beberapa fokus riset, salah satunya pada bidang bioteknologi. Seperti pengembangan teknologi berbasis sel tanaman, dan mikroorganisme menjadi inovasi yang dapat meningkatkan ketahanan pangan, dan mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan.

Direktur Jenderal Pengelolaan Kelautan dan Ruang Laut KKP Victor Gustaaf Manoppo mengatakan bahwa laut berperan penting dalam pengelolaan kehati. Hal itu, karena laut bisa mendukung aktivitas perekonomian, menjadi sumber pengan,  penyedia lapangan pekerjaan, kontributor perekonomian nasional, dan penyangga lingkungan.

Saat ini, laut dan pesisir Indonesia mencakup 3,3 juta hektare mangrove; 300 ribu ha lamun; 2,5 juta ha terumbu karang; 8.500 spesies ikan; 281 kabupaten pesisir, dan 12 ribu desa pesisir. Laut dan pesisir Indonesia bernilai ekonomi  USD180 miliar per tahun, menyediakan lebih dari 50 persen kebutuhan protein, dan menyediakan lapangan pekerjaan bagi 7 juta orang.

Tetapi, semua potensi itu harus dihadapkan pada sejumlah tantangan yang saat ini ada. Sebut saja, tekanan aktivitas manusia, perubahan iklim, aktivitas penangkapan ikan ilegal, tidak dilaporkan, dan melanggar regulasi (IUUF), dam polusi laut.

“Sebanyak 50 persen mangrove di Indonesia mengalami degradasi. Juga, 40 persen tutupan lamun terancam hilang. Ancaman naiknya suhu permukaan laut, dan 35 persen stok ikan Indonesia sudah over exploitation pada 2022,” paparnya.

Tetapi, semua potensi itu harus dihadapkan pada sejumlah tantangan yang saat ini ada. Sebut saja, tekanan aktivitas manusia, perubahan iklim, aktivitas penangkapan ikan ilegal, tidak dilaporkan, dan melanggar regulasi (IUUF), dam polusi laut.

“Sebanyak 50 persen mangrove di Indonesia mengalami degradasi. Juga, 40 persen tutupan lamun terancam hilang. Ancaman naiknya suhu permukaan laut, dan 35 persen stok ikan Indonesia sudah over exploitation pada 2022,” paparnya.

Saat ini, KKP fokus untuk melaksanakan program yang bisa mendukung IBSAP 2025-2045, seperti ekonomi biru yang mencakup perluasan kawasan konservasi, penangkapan ikan terukur (PIT) berbasis kuota, dan pengembangan perikanan budi daya di laut, pesisir, dan darat yang berkelanjutan.

“Selain itu, program ekonomi biru yang sedang dijalankan KKP sekarang, juga mencakup prorgam pengawasan dan pengendalian pesisir dan pulau-pulau kecil, serta pengendalian sampah di laut,” pungkasnya. (mrd)

Editor : pejalan.or.id

Share |

Artikel Terkait