Tanjungpinang, Pejalan.or.id – Kolaborasi antar sesama media maupun media dan organisasi masyarakat sipil penting dalam mengawal berbagai isu seperti soal transisi energi. Apalagi, ketika sulit peroleh data, media dan organisasi masyarakat sipil bisa berupaya bersama-sama guna memberikan informasi akurat, kredibel dan bermutu soal transisi energi kepada publik.
Dalam penyajian informasi perlu menampilkan data konkret untuk melengkapi karya jurnalistik ataupun laporan organisasi masyarakat sipil. Walaupun untuk memperoleh data bakal makin penuh tantangan di era ini.
Dikutip dari mongbay.co.id, Arie Rompas, Juru Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia mengacu kesulitan permintaan data era pemerintah sebelumnya. Dia pun ragukan transparansi atas data publik apalagi untuk mengungkapkan hal-hal yang dianggap melanggar hukum.
Dia duga, pemerintah dengan instrumen kebijakannya akan menyulitkan jurnalis dan organisasi masyarakat sipil untuk memperoleh data publik.
“Jadi, lagi-lagi ke depan, kita akan makin sulit dengan data,” katanya dalam diskusi bertema mengawal transisi energi dengan data di era Prabowo-Gibran bertepatan dengan ajang Indonesian Data Journalism Award (IDJA) 2024 di Jakarta Jumat, pekan lalu.
Arie contohkan, data deforestasi tak boleh pemerintah keluarkan. Walau, katanya, ada beberapa platform dapat digunakan untuk melihat luas deforestasi di Indonesia.
Greenpeace, kata Arie, biasa melakukan kajian untuk menghitung luas deforestasi, misal, lewat citra satelit dan data lapangan. Namun, katanya, pemerintah kadang sensitif ketika data rilis.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), katanya, pernah melaporkan Greenpeace ke polisi karena dianggap menyebarluaskan informasi palsu.
“Greenpeace dilaporkan ke polisi gara -gara men–challenge data KLHK. KLHK bilang Greenpeace menyebarkan data bohong gitu, Itu waktu COP (Conference of the Parties).”
Masyarakat, katanya, memang bisa melaporkan ke Komisi Informasi Publik (KIP) kalau kesulitan mendapatkan data publik. Greenpeace kerap lakukan upaya ini, antara lain gugatan ke KIP minta pemerintah buka data hak guna usaha (HGU).
“Gugatan menang, tapi sampai hari ini data HGU di Papua tidak pernah dikeluarkan. Padahal itu data publik.”
Kendati demikian, baik NGO ataupun jurnalis tak kehabisan akal untuk memberikan informasi kepada masyarakat, meskipun ruang transparansi kian menyempit.
Untuk itu, kolaborasi antar media maupun media dan organisasi masyarakat sipil menjadi penting. Data-data yang jurnalis dan NGO peroleh kemudian diuji secara bersamaan untuk memperoleh informasi yang akurat.
“Saya kira mungkin harus berkolaborasi seperti ini. Ini bukan kebutuhan hanya untuk NGO atau jurnalis, tapi kebutuhan publik.”
Senada disampaikan Juan Robin, Jurnalis Narasi TV. Dia mengatakan, jurnalis dan organisasi masyarakat sipil, bisa saling melengkapi informasi dan data dalam mengawal isu, seperti soal transisi energi ini.
Data resmi pemerintah memang penting, namun tak bisa selalu diharapkan. Dalam memperoleh data, bisa dari banyak sumber.
Kolaborasi antar media atau antar jurnalis dengan organisasi masyarakat sipil sering dilakukan. Misal, dari organisasi masyarakat sipil memberikan pelatihan kepada jurnalis untuk memperoleh data sebagai bekal liputan.
“Seperti yang dilakukan IDJN (Indonesia Data Journalism Network). Memang data journalism itu penting ya. Kita belajar bersama-sama, bagaimana memakai tools pencarian data. Diversitas dana dan sebagainya.”
Juan bilang, data tak bisa bersuara. Tantangannya, bukan hanya memperoleh atau mengolah data saja tetapi mengolah agar masyarakat tertarik dan ikut mengawal isu itu.
Dia contohkan, isu kendaraan listrik.Masyarakat, kebanyakan hanya tahu kalau kendaraan listrik ramah lingkungan. Namun, mereka tak mengetahui bahan membuat baterai kendaraan listrik dari nikel yang diperoleh dengan cara tidak ramah lingkungan. Bahkan, katanya, warga di sekitar tambang dan kawasan industri nikel menerima dampak kerusakan lingkungan dan ruang hidup hilang.
Dorthea Elisabeth Wabiser, Peneliti Yayasan Pusaka Bentala Rakyat menyatakan, masyarakat sipil harus kompak mengawal transisi energi karena yang selama ini pemerintah gadang-gadang justru menyengsarakan masyarakat.
Di Papua, misal, pemerintah berencana mengembangkan bioetanol sebagai bahan bakar nabati dengan membuka hutan dan lahan skala besar. Debut awal perkebunan tebu di Sermayam, Kampung Ngguti Bob, Kecamatan Tanah Miring, Merauke seluas 506 hektar dengan investasi Rp53,8 triliun.
Rencananya, akan bangun lima pabrik gula di Merauke untuk mengolah tebu yang mencakup lahan seluas 490.000 hektar dalam satu ekosistem rantai pasok. Rencana ini, katanya, justru mengancam kerusakan ruang hidup masyarakat Papua.
Dorthea bilang. Orang Papua memiliki hubungan erat dengan hutan dan alam, layaknya apotek, supermarket, rekening bank dan ibu. Di alam dan hutan, Orang Papua bisa mendapatkan obat, makanan dan memperoleh penghasilan dan segala macam keperluan.
IDJA 2024
Usai diskusi acara lanjut dengan penghargaan Indonesian Data Journalism Awards (IDJA) 2024. Penghargaan ini salah satu bentuk kolaborasi antar jurnalis dengan organisasi masyarakat sipil.
Liputan Konsentris dan Tim Indonesia Leaks (Projectmultatuli.org; Narasi; Jaring.id; Independen.id; Suara.com) menyabet penghargaan Liputan Berbasis Data Media Lokal Terbaik yang merupakan nominasi baru di IDJA 2024. Judul laporan mereka “Patgulipat Proyek Jalan di Lampung.”
Bisnis Indonesia juga memenangkan penghargaan kategori Visualisasi Data Terbaik berkat liputan “Mengantar Nikel Mengaspal.” Dalam liputan ini, tim Bisnis mengajak pembaca dalam perjalanan visual memahami ekosistem baterai listrik yang dibangun di Indonesia, walau membahayakan hutan.
Kemudian, Narasi meraih penghargaan kategori Liputan Lingkungan Berbasis Data Terbaik di IDJA 2024 lewat laporan bertajuk “Neraka Hilirisasi Nikel di Teluk Weda.”
Kemudian Deduktif.id dan End Modern Slavery Now! memenangkan penghargaan Liputan Investigasi Berbasis Data Terbaik dengan “Neraka Perbatasan: Jejak Mafia Judi Online dan Perbudakan Digital di Asia.”(***)