Kaya Manfaat Ekologis, Mangrove Berikan Perlindungan dan Pemeliharaan Keanekaragaman Hayati pada Bumi

Lingkungan, pejalan.or.id – Selama jutaan tahun, mereka telah mengembangkan adaptasi cerdas melalui beragam sistem perakaran yang unik, sehingga memiliki ketahanan yang melebihi jenis-jenis pohon lain.

Selamat Hari Mangrove Sedunia
(26 Juli 2024)

Akar tunjang atau penopang [stilt/prop root] pada Rhizopora atau bakau, adalah jenis yang paling umum dan terlihat di hutan mangrove. Tumbuh dari batang pohon bakau, akar ini menjuntai ke bawah dan menembus tanah.

Bayangkan, jika kita harus hidup di lingkungan yang miskin oksigen dan nutrisi, serta tergenang air dengan kadar garam tinggi. Itulah yang dialami mangrove; ekosistem tangguh dan penting yang menjaga pesisir bumi.

Lalu, ada akar napas atau pneumatofor. Ia sering muncul dari permukaan tanah dan mengelilingi pohon utama. Bentuknya beragam, ada yang menyerupai ujung pensil, kerucut, dan banyak lagi. Mereka ditemukan pada beberapa spesies bakau, seperti Avicennia [api-api] dan Sonneratia [pidada].

Selanjutnya, ada akar banir atau buttress roots yang berbentuk seperti papan atau penyangga yang lebar dan kokoh. Ditemukan di spesies Bruguiera gymnorrhiza dan lainnya.

Kerja-kerja akar mangrove menunjang kehidupan berbagai oragnisme penting bagi lingkungan pesisir. Foto: Nopri Ismi/Mongabay Indonesia

Penelitian Srikanth dan kolega [2016], mencatat 12 bentuk akar berbeda pada mangrove. Namun, semuanya berfungsi mirip, yaitu untuk menopang, bernapas, menyerap nutrisi, hingga menyimpan air.

“Keberhasilan pertumbuhan tanaman bakau di zona pasang surut, umumnya disebabkan oleh adaptasi anatomi yang memfasilitasi pasokan O2 [oksigen] ke akar yang terendam,” tulis penelitian tersebut dalam jurnal Tree Structure and Function.

Selain itu, akar mereka yang penuh udara memungkinkan mereka bernapas saat terendam air dan membantu mengeluarkan garam berlebih. Kemampuan toleransi garam tinggi memungkinkan mereka bertahan di tanah asin dan air laut.

Mangrove juga memiliki kemampuan unik untuk mengeluarkan garam berlebih dari daun melalui kelenjar khusus. Reproduksi mereka pun unik, dengan beberapa spesies vivipar dan benih atau propagul yang memiliki adaptasi morfologi untuk flotasi [mengapung], memudahkan penyebaran melalui air dan menemukan tempat baru untuk tumbuh.

Khusus akar penopang pada Rhizopora, ia berkerja seperti jaringan pipa yang menghubungkan berbagai bagian pohon, mengantarkan air, nutrisi, dan hasil metabolisme ke seluruh tubuh. Strategi ini memungkinkan mangrove menghasilkan energi dan tumbuh dengan efisien, bahkan di lingkungan pesisir yang minim nutrisi.

“Manfaat ekologis yang diberikan oleh akar mangrove umumnya diremehkan. Mangrove memberikan perlindungan terhadap banjir dan angin topan, pengurangan garis pantai dan erosi tepi sungai, dan pemeliharaan keanekaragaman hayati,” tulis Srikanth dan kolega.

Selain itu, sejumlah produk pangan dipanen langsung dalam sistem mangrove melalui perburuan, pengumpulan, dan penangkapan ikan oleh masyarakat lokal. Tidak kalah penting, sedimen mangrove juga mempunyai kapasitas yang tinggi dalam menyerap dan menahan logam berat berbahaya bagi manusia, dan mencegah di wilayah pesisir [Takarina, 2020].

“Memahami dan menghargai pentingnya mangrove bagi ekosistem pesisir sangat penting dalam pemanfaatan dan pengelolaan komunitas tumbuhan unik ini secara bijaksana,” tulis riset itu.

Akar pohon bakau yang menjuntai berfungsi untuk memaksimalkan dan menyalurkan nutrisi ke seluruh bagian pohon. Foto: Nopri Ismi/Mongabay Indonesia

Pohon Terkuat

Baru-baru ini, sebuah penelitian mengungkap kekuatan pohon mangrove melalui eksperimen lapangan. Hasilnya?

“Mangrove sekitar 40 persen lebih kuat daripada pohon terestrial, per satuan ukuran pohon, dan kekuatan berskala ini serupa di seluruh spesies mangrove dengan jenis akar berbeda,” tulis Hill dan kolega [2024], dalam jurnal Ecological Engineering.

Eksperimen ini dilakukan di dua lokasi berbeda di Queensland, Australia. Tiga jenis perakaran yang digunakan untuk mengukur kekuatan mangrove adalah prop roots [akar penopang atau tunjang], pneumatophores [akar napas], dan buttress roots [akar banir atau papan].

Setelah menentukan ukuran dan jenis mangrove yang sesuai, para peneliti menarik pohon menggunakan winch manual dan sling hingga batang pohon melengkung, lalu mencatat gaya yang diperlukan untuk sudut kemiringan maksimal.

“Kekuatan mangrove yang tidak berskala meningkat secara eksponensial dengan ukuran pohon, menuju asimtot kekuatan untuk pohon terbesar,” tulis para peneliti. Dengan kata lain, semakin besar pohon mangrove, semakin kuat pula mereka. Kekuatan mereka meningkat dengan sangat cepat, seperti kurva yang naik tajam.

Namun, mereka tetap ada batasnya. Seiring dengan membesarnya pohon, tingkat kenaikan kekuatannya semakin melambat. Pada akhirnya, pohon mencapai titik maksimum kekuatannya, yang disebut asimtot kekuatan. Di titik ini, pohon tidak dapat lagi menjadi lebih kuat dan akan patah jika terus dipaksa.

Lebih lanjut, Hill dan kolega menjelaskan kalau kekuatan pohon mangrove terbentuk karena lingkungannya yang penuh tekanan. Hal ini termasuk terpaan angin laut yang memicu perubahan bentuk pada batang, akar, daun, dan konsentrasi kayu yang lebih tinggi di area rawan tekanan dan permukaan daun pohon bakau yang menghadap ke arah angin.

“Semua respons inilah yang dapat berkontribusi terhadap peningkatan kekuatan mangrove dibandingkan dengan spesies pohon terestrial,” lanjutnya.

Penelitian ini juga menegaskan bahwa mangrove memang kuat dan tahan terhadap badai dan tsunami.

“Namun, nilai kekuatan yang kami temukan lebih rendah dibandingkan penelitian Yanagisawa dan kolega [2010]. Hal ini kemungkinan karena pohon yang kami survei lebih kecil dan kami menggunakan metode berbeda.”

Sebagain informasi, mangrove adalah ekosistem pesisir yang vital, melindungi masyarakat pesisir dari gelombang, angin, dan badai. Kemampuan ini menjadikan mangrove sebagai solusi alami untuk melindungi garis pantai dan masyarakat di sekitar.

Namun, mangrove tidak sepenuhnya tahan menghadapi kekuatan alam. Peristiwa ekstrem seperti badai dan tsunami dapat mematahkan batang dan menumbangkan pohon. Meskipun jarang terjadi, dampak kerusakan ini dapat mengganggu fungsi perlindungan mangrove dan mengubah komposisi komunitasnya.

“Pengetahuan empiris yang lebih baik tentang kekuatan pohon bakau sangat penting untuk memahami layanan perlindungan pesisir yang disediakan oleh hutan bakau yang beragam, terutama di masa depan dengan perubahan iklim global dan meningkatnya kejadian badai ekstrem,” lanjut Hill dan kolega.

Target rehabilitasi mangrove Indonesia

Indonesia memiliki 22 persen dari luas mangrove global, yaitu sekitar tiga juta hektar. Namun, sekitar 800 ribu hektar ditebang dan dikonversi selama 30 tahun terakhir [Sasmito dkk., 2023].

Tahun 2020, pemerintah Indonesia mengusulkan target ambisius untuk merehabilitasi 600 ribu hektar mangrove antara 2020 dan 2024 yang terkonsentrasi di sembilan provinsi; Sumatera Utara, Riau, Kepulauan Riau, Bangka Belitung, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Kalimantan Utara, Papua, dan Papua Barat.

Meskipun optimis, dikutip dari Kompas.id edisi Februari 2024, dijelaskan bahwa realisasi target baru mencapai 130 ribu hektar. “Banyak program restorasi masa lalu gagal karena keterbatasan pengetahuan ekologi dan kesalahpahaman tentang tata kelola lahan pesisir,” tulis Sasmito dan kolega [2023].

Merehabilitasi dan melestarikan hutan mangrove di Indonesia dapat memberi manfaat bagi 74 juta penduduk pesisir dan berpotensi berkontribusi terhadap pengurangan emisi sektor lahan nasional hingga 16 persen.

“Melestarikan mangrove tersisa dan merehabilitasi yang terdegradasi, dapat membantu mengurangi perubahan iklim serta mengurangi dampak perubahan iklim pada 296 juta orang di masyarakat pesisir tropis [global],” tegas penelitian tersebut.(***)

Refrensi : Hill, J. W., Bennion, V., & Lovelock, C. E. (2024). Mangrove tree strength estimated with field experiments. Ecological Engineering203, 107259. https://doi.org/https://doi.org/10.1016/j.ecoleng.2024.107259

Sasmito, S. D., Basyuni, M., Kridalaksana, A., Saragi-Sasmito, M. F., Lovelock, C. E., & Murdiyarso, D. (2023). Challenges and opportunities for achieving Sustainable Development Goals through restoration of Indonesia’s mangroves. Nature Ecology and Evolution7(1), 62–70. https://doi.org/10.1038/s41559-022-01926-5

Srikanth, S., Lum, S. K. Y., & Chen, Z. (2016). Mangrove root: adaptations and ecological importance. Trees30, 451–465.

Takarina, N. D. (2020). Mangrove Root Diversity and Structure (cone, pencil, prop) Effectiveness in Accumulating Cu and Zn in Sediments and Water in River Blanakan. IOP Conference Series: Earth and Environmental Science550(1), 12009.

Mongabay Indonesia ( https://www.mongabay.co.id/ )

Editor : Pejalan.or.id

Share |

Artikel Terkait