Proyek Strategis Nasional Cemari Laut Batam, Hasil Tangkap Nelayan Lokal Alami Penurunan

Batam, pejalan.or.id – Air laut di pesisir pantai Teluk Mata Ikan, Kecamatan Nongsa, Kota Batam, Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) berubah menjadi cokelat. Apalagi ketika hujan lebat melanda kawasan itu.

Dilansir dari Mongabay Indonesia Para nelayan sekitar menemukan kejadian sama terus berulang sejak Februari 2024. Tak hanya air laut yang berubah warna, sebagian pesisir pantai sekarang juga tercemari lumpur tanah yang terbawa hujan.

Lumpur itu diduga warga berasal dari tanah cut and fill atau pematangan lahan pembangunan gedung Pusat Data Nasional (PDN) milik Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) yang merupakan proyek strategis nasional (PSN). “Yang parah itu saat musim hujan, kalau hujan lebat tanah keluar dari lokasi cut and fill di atas dan masuk ke laut,” kata Andi Mazan seorang warga setempat kepada awak media, pekan lalu.

Masyarakat dan nelayan di pesisir Teluk Mata Ikan Nongsa, Batam protes laut mereka tercemari dampak dari proyek strategis nasional (PSN) pembangunan Pusat Data Nasional (PDN) Kemenkominfo

Saat itu Andi bersama perangkat desa dan juga Ketua Komisi II DPRD Provinsi Kepri mendatangi lokasi kejadian tersebut. Tampak jelas, sungai kecil dari lokasi proyek Kemenkominfo itu bermuara ke laut. Di beberapa sisi juga tampak sudah dibangun bendungan.

“Kolam ini dibangun agar menghambat lumpur agar tidak turun ke laut, tetapi itu tak berguna,” kata Saparudin, Ketua RW 07 Kelurahan Sambau, Kecamatan Nongsa, Batam.

Pemotongan bukit yang dilakukan untuk pembangunan PDN Kemenkominfo yang menyebabkan laut tercemar di Kota Batam. Foto : Yogi Eka Sahputra

Pendapatan Nelayan Menurun

Para nelayan di pesisir Teluk Mata Ikan merasa rugi setelah kejadian pencemaran laut akibat lumpur tanah PDN Kemenkominfo tersebut. Bahkan pendapatan mereka menurun hingga 35 persen.

“Pendapatan nelayan menurun 30-35 persen,” kata Andi Mazan yang juga Ketua Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Pesona Mata Ikan.

Terutama, dampaknya sangat dirasakan oleh nelayan pesisir yang menggunakan alat tangkap jaring. Setiap hendak mengangkat jaring, nelayan bukan menemukan ikan, tetapi jaring mereka sudah dipenuhi lumpur. “Nelayan melaporkan alat tangkap mereka kadang dipasang sudah berubah warna menjadi merah bekas lumpur, kadang juga kekuning-kuningan, sehingga ikan tidak mau singgah,” katanya.

Sedangkan dampak pencemaran bagi nelayan pancing adalah tidak dapat ikan umpan di pesisir pantai. “Kalau pantai keruh, udangpun engan, umpan nelayan jadi juga sulit,” tambahnya.

Warga mengaku tidak anti terhadap pembangunan, tetapi mereka berharap pembangunan yang dilakukan itu memberikan efek positif kepada warga, bukan merusak laut tempat mereka mencari ikan.

Setidaknya, perangkat kampung dan nelayan sudah tiga kali bertemu dengan perusahaan sejak Februari 2024, tetapi tidak ada tanda-tanda agar lumpur tidak masuk ke laut. “Satu saja tuntutan kita bagaimana lumpur agar tidak ke laut. Karena kalau laut rusak, banyak dampaknya,” kata Andi.

Tak hanya nelayan, pelaku pariwisata di sekitar kejadian juga merasa rugi. Wisatawan enggan singgah di pantai karena sudah tercemari lumpur.

Prinsipnya, hanya satu, jangan sampai lumpur turun ke laut lagi. “Bagaimanapun, caranya itu kami serahkan ke perusahaan karena perusahaan punya SDM (sumber daya manusia) yang hebat untuk itu,” katanya.

Begitu juga yang dikatakan nelayan lainnya Khalil. Menurutnya pemerintah harus segara mengatasi masalah turunnya tanah bekas pemotongan lahan tersebut ke laut, sebelum dampaknya semakin parah.

Penampakan proyek PSN PDN Kominfo di KEK Nongsa Digital Park, Batam. Foto : Yogi Eka Sahputra

Usai melakukan peninjauan, Ketua Komisi II DPRD Provinsi Kepri Wahyu Wahyudin mengatakan, memang benar adanya tanah cut and fill pembangunan PSN PDN Kominfo masuk ke laut di Teluk Mata Ikan. “Memang kita lihat banyak lumpur terendap, ketika cuaca hujan lumpur masuk ke laut,” katanya.

Ia juga mendapatkan laporan bahwa pendapatan nelayan menurun 30 persen akibat kejadian itu. “Kedepan kami akan mendorong untuk diadakan hearing dengan NDP (Nongsa Digital Park), sudah 6 bulan kejadian ini, sagu hati (kompensasi) dan inisiatif secara khusus oleh perusahaan mengatasi agar lumpur tidak masuk ke laut juga belum nampak,” katanya.

Menurut Wahyu seharusnya proyek yang investornya dari pihak asing ini yang juga PSN memberikan contoh agar pembangunan tidak merusak lingkungan. “Seyogyanya ini harus menjadi contoh perusahaan lain,” katanya.

Ini Kata Pengelola Kawasan

Pembangunan Proyek Strategis Nasional (PSN) Pusat Data Nasional (PDN) Kominfo ini berada di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Nongsa Digital Park (NDP). Direktur General Affair PT Taman Resort Internet (Tamarin) atau Pengelola KEK Nongsa Digital Park Nara Dewa tidak membantah cut and fill pembangunan PDN Kominfo tersebut berdampak kepada laut sekitar. Namun, ia menjelaskan kondisinya sekarang Kemenkominfo menunda melanjutkan pembangunan PDN tersebut.

“Kami komunikasi dengan pihak Kemenkominfo kenapa mereka menunda proyek ini,” kata Nara.

Ia juga menyayangkan berhentinya proyek di tengah jalan. Apalagi proyek sudah memberikan dampak kerusakan lingkungan. “Kalau memang belum siap jangan diapa-apakan, karena sebelumnya tidak apa-apa lahan itu. penuh dengan tanaman, perpohonan, sekarang mereka menghentikan proyek,” katanya.

Warga menunjukan pesisir pantai yang tercemar akibat lumpur dari proyek PSN PDN Kemenkominfo di Kota Batam. Foto : Yogi Eka Sahputra

Saat ini, pihaknya sedang membicarakan dampak lingkungan itu dengan Kemenkominfo. “Supaya mereka ikut melihat dampak yang diakibatkan terhadap itu, kondisi sekarang riskan,” katanya.

Kalau proyek ini dihentikan, lanjutnya, Kemenkominfo harus melakukan tindakan-tindakan seperti membangun batu miring atau menanami rumput agar tanah tidak longsor.

Nara juga mengaku, meskipun bukan tugas pengelola KEK, pihaknya sudah berusaha membendung agar lumpur tidak masuk ke laut. “Kami dari sisi lingkungannya sudah berusaha membuat kolam-kolam resapan, untuk menahan lumpur agar tidak masuk ke laut,” ujarnya.

“Saya kira kejadian kemarin itu lumpurnya minim, tetapi warnanya warna tanah karena kolam tidak berfungsi,” katanya. Nara juga mengaku terus berkomunikasi dengan masyarakat yang protes terkait kejadian tersebut. (***)

Editor : pejalan.or.id

Share |

Artikel Terkait