Jambi, pejalan.or.id – Gemericik air memecah keheningan hutan mangrove di Pangkal Babu, Jambi. Senyum Irfan sumringah melihat dua kakap besar terperangkap dalam jala yang dia pasang pagi hari. Nelayan Desa Tungkal I ini pun pulang untuk menjual hasil tangkapan ke pasar.
Irfan dan nelayan di Desa Tungkal I tidak perlu berlayar ke tengah laut untuk menangkap ikan. Mereka cukup memasang jala di sungai yang berkeliling hutan mangrove Pangkal Babu. Ia membentang di pesisir pantai timur Sumatera, rumah kawanan ikan, kepiting, udang, kerang, primata dan keanekaragaman yang lain.
Hutan mangrove di Tungkal I sempat hancur karena pembukaan tambak medio 2000 sampai 2005. Komunitas Konservasi Indonesia (KKI) Warsi mencatat, tutupan hutan mangrove di Desa Tungkal I pada 1990 seluas 648 hektar, namun 2000 susun tinggal 271 hektar.
Hutan mangrove Pangkal Babu, membawa berkah bagi masyarakat Desa Tungkal I, Kecamatan Tungkal Ilir, Tanjung Jabung Barat, Jambi yang mayoritas nelayan ini. Pangkal Babu ini nama kampung di Desa Tungkal I, dulu dikenal angker.
“Kalau hutan mangrove rusak, kami sulit dapat ikan,” kata Ambo Angka, Ketua Kelompok Tani Hutan (KTH) Bakau Lestari, belum lama ini.
Tak hanya jadi sumber ekonomi, hutan mangrove juga benteng hijau alami bagi rumah dan kebun dari ancaman gelombang laut.
“Kalau tidak ada hutan mangrove, air akan sampai ke desa dan merendam kebun-kebun masyarakat, dampaknya gagal panen,” kata Ambo.
Pulihkan mangrove
Hutan mangrove di Tungkal I sempat hancur karena pembukaan tambak medio 2000 sampai 2005. Komunitas Konservasi Indonesia (KKI) Warsi mencatat, tutupan hutan mangrove di Desa Tungkal I pada 1990 seluas 648 hektar, namun 2000 susun tinggal 271 hektar.
“Waktu itu banyak buka hutan untuk usaha tambak. Banyak juga yang menebang mangrove untuk diambil kayunya,” kata Ade Candra, Koordinator Program KKI Warsi.
Warga Tungkal I gotong royong menanam mangrove. Foto: KKI Warsi
Berbagai masalah mulai muncul saat hutan mangrove gundul. Warga Tungkal I mengalami masalah air akibat intrusi air laut. Jumlah tangkapan nelayan juga jauh menyusut.
Kondisi ini, katanya, membuat mereka sadar betapa penting hutan mangrove. Sejak itu, masyarakat Desa Tungkal I rutin gotong royong untuk pembibitan dan menanam mangrove di Pangkal Babu. Mereka beruoaya lakukan pemulihan lingkungan.
Hasil mulai terlihat setelah hampir enam tahun berupaya. Pada 2006, luas hutan mangrove bertambah jadi 648 hektar. Sampai 2020, luas hutan mangrove di Desa Tungkal I mencapai 737 hektar.
Monyet ekor panjang hidup liar di hutan mangrove di Desa Tungkal . Foto: KKI Warsi
Upaya pemulihan tidak berhenti. KKI Warsi bersama masyarakat terus menanam mangrove lewat program baby tree yang didukung Jejak.id.
Ade bilang, program ini tidak hanya fokus pada penanam juga perawatan mangrove.
Sejak Juli 2024, sudah ada 4.000 bibit bakau (Rhizopora apiculate) dan tumu (Bruguiera gymnorhiza) mereka tanam bergotong royong. Penanaman bibit mangrove ini bisa dilihat di aplikasi karlon—aplikasi yang memantau tumbuh kembang bibit. KKI Warsi merencanakan akan kembali menanam 10.000 bibit mangrove pada Agustus ini.
Hutan mangrove hancur, berbagai masalah mulai muncul saat hutan mangrove gundul. Warga Tungkal I mengalami masalah air akibat intrusi air laut. Jumlah tangkapan nelayan juga jauh menyusut.
Hutan mangrove, katanya, sangat penting menjaga ekosistem pesisir. Hutan mangrove, merupakan habitat spesies laut dan daratan. “Juga memiliki fungsi sosial dan ekonomi sebagai instrumen untuk kesejahteraan masyarakat,” jelas Ade.
Dadan Mulyana, peneliti senior ekosistem mangrove dari Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan IPB juga benarkan, kalau hutan mangrove memiliki banyak manfaat bagi lingkungan.
Masyarakat Desa Tungkal I, Tanjung Jabung Timur, Jambi, bersama-sama menjaga hutan mangrove. Alhasil, desa mereka terjaga dari gerusan gelombang dan masyarakat bisa menikmati melimpahnya hasil laut.
“Akar dan batang mampu menyaring polutan, hingga kualitas air di hutan mangrove lebih baik. Fungsi lain, pencegah intrusi air laut, pengatur air bawah tanah, penyerap logam berat, penjaga stabilitas iklim mikro, hingga sumber pangan.”
Pada 2022, Pemerintah Desa Tungkal I mengeluarkan Perdes Nomor 1/2022, untuk melindungi ekosistem mangrove di Pangkal Babu seluas 121 hektar, yang sekarang jadi wisata alam.
Ada 11 jenis pohon bakau tumbuh subur di hutan mangrove Pangkal Babu, antara lain, api-api (Avicennia sp), bakau (Rhizophora sp.), pidada (Sonneratia sp.), tancang (Bruguiera sp.), mentigi (Ceriops sp.), dan teruntum (Lumnitzera sp.).
Dinas Kelautan dan Perikanan Jambi mencatat, provinsi ini memiliki sekitar 20 jenis pohon bakau mulai jenis Avicennia, Rhizophora, Bruguiera, Nypa Fruticans, Sonneratia, Ceriops, Aegiceras, Xylocarpus, dan Thespesia populnea. Lalu, Hibiscus tiliaceus, Excoecaria agallocha, Derris trifoliata, Acrosticum aureum, Acanthus ilicifolius, Glochidion littorale, Scaevola taccada, dan jenis Kandelia candel.
Jaga iklim
Ade mengatakan, hutan mangrove juga berperan penting dalam mitigasi perubahan iklim. Ia juga melindungi garis pantai timur Jambi dari abrasi, yang membentang sepanjang 261 km mulai Tanjung Jabung Barat sampai Tanjung Jabung Timur.
Data Warsi menunjukkan, luas hutan mangrove di Jambi pada 2020 sekitar 6.894 hektar. Pada 2023, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mencatat, luas hutan mangrove bertambah hampir dua kali lipat mencapai 11.779 hektar. Sekitar 4.126 hutan mangrove di Jambi, sebagai cagar alam Hutan Bakau Pantai Timur.
Hutan mangrove memiliki kemampuan menyimpan cadangan karbon lebih besar meski luas jauh lebih kecil dibanding hutan daratan. Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menyebut, mangrove dapat menyerap karbon 5-7 kali lebih besar dibandingkan hutan darat atau terrestrial. Ini akan membantu mengurangi efek rumah kaca yang memicu krisis iklim global.
Sebelumnya Presiden Joko Widodo mengatakan Indonesia punya hutan mangrove 3,3 juta hektar, terluas di dunia, setara 45 kali luas Singapura. Pemerintah menargetkan, penanaman mangrove 600.00 hektar sampai akhir 2024, sebagai langkah memulihkan ekosistem pesisir.
- Stockpile Batubara Cemari Pemukiman Masyarakat Padang
- Mengapa Sampah Puntung Rokok Berbahaya?
- Membanggakan, Timnas U-17, U-20, dan Senior Lolos Piala Asia 2025
- Kecelakaan Kerja di IMIP Terjadi Lagi, 1 Pekerja Meninggal
- Burger McD AS Tercemar Bakteri E Colli, Puluhan Orang Masuk RS
- 3 Zat Berbahaya yang Harus Diwaspadai pada Jajanan Anak
Meski memiliki hutan mangrove terluas di dunia, namun Indonesia sedang menghadapi ancaman kerusakan gambut serius. Data Organisasi Pangan Dunia PBB menyebut, Indonesia kehilangan 40% mangrove dalam tiga dekade terakhir, dan menjadi yang tercepat di dunia.
Luas hutan mangrove Jambi terpantau naik turun. Hasil analisis citra KKI Warsi 1990, luas hutan mangrove di Jambi sekitar 7.220 hektar. Pada 2000, luas menyusut jadi 6.018 hektar. Pada 2006 luas kembali bertambah jadi 7.288 hektar. Tahun 2011, kembali turun jadi 6.893 hektar, dan 2015 jadi 7.013 hektar.
Pada 2019, Dinas Kelautan dan Perikanan Jambi mencatat dari luas hutan mangrove 9.787,57 hektar, hanya 4.348 hektar dalam kondisi baik. Sekitar 2.697 hektar lebih rusak parah. Kerusakan terbesar di Sadu dan Nipah Panjang, Tanjung Jabung Timur, masing-masing 627 hektar dan 762 hektar.
Kerusakan mangrove di Sadu, sudah berlangsung sebelum Tanjung Jabung Timur jadi kabupaten pada 1999. Wilayah paling timur Jambi itu memiliki panjang garis pantai 230,90 km, hampir 90% dari garis pantai di Jambi. Kerusakan mangrove di pesisir memicu abrasi di beberapa desa pesisir.
Ade bilang, kalau mangrove dibudidayakan di seluruh pesisir, tak hanya akan menyelamatkan dunia dari ancaman krisis iklim, juga masyarakat pesisir.
“Kita berharap, yang dilakukan masyarakat Desa Tungkal I, bisa dilakukan di daerah lain di Jambi.”(*)
Editor : pejalan.or.id