Sampan Apollo, Rekayasa & Inovasi Untuk Bisa Beradaptasi di Perairan Dangkal Pesisir Tanjungpinang

Tanjungpinang, pejalan.or.id – Kondisi alam Tanjungpinang adalah berbukit-bukit dan memiliki pantai yang landai, kelandaian pesisir pantai ini menyebabkan air pasang surut sangat jauh walau demikian tidak menyebabkan pantainya kering, akan tetapi air laut surut yang dangkal itu tidak dapat dilalui oleh alat transportasi sampan berlunas.

Sampan Apollo dianggap sebagai  “Warisan Budaya Tak Benda Kota Tanjungpinang” (Foto : Fahry Naviardy)

Berlunas

Sampan berlunas pada posisi air surut akan miring karena posisi air menyebabkan sampan tidak mengambang. Disamping itu bagian lunas  akan tenggaelam kedalam lumpur sehingga sulit ditarik. Oleh karena itu masyarakat Tanjungpinang melakukan sebuah rekayasa dan inovasi  bentuk sampan.

Bentuk yang diambil adalah sampan yang tidak berlunas. Bentuk sampan ini rata pada bagian bawahnya. Dengan bentuk demikian sampan ini dapat mengarungi air yang dangkal.

Sampan Apollo di Pulau Dompak, Tanjungpinang (Foto : Fahry Naviardy)

Fungsi

Fungsi Sampan Apolo bagi masyarakat Tanjungpinang adalah sebagai alat trasportasi untuk alat angkut orang, sarana nelayan, dan alat angkut barang. Sampan jenis ini sudah dipakai masyarakat Tanjungpinang sejak masa Pulau Penyengat dihuni oleh pembesar Kerajaan Melayu Riau Tahun 1804. Semakin hari semakin ramailah orang berdiam di Penyengat dan sekitarnya. Apalagi setelah kerajaan Riau Lingga yang ada di Daik  pindah dari Daik ke Penyengat Tahun 1886.

Video Dokumenter Tentang Sampan Apollo (Produksi oleh : Fahry Naviardy)

Berpindanya Ibu Kota Kerajaan itu berpengaruh pada kehidupan masyarakatnya, kebutuhan alat transportasi yang paling mudah dan ringkas pembuatannya adalah Sampan Apolo.

Sampan Apollo menjadi salah satu ikon transportasi tradisional di Tanjungpinang, Kepulauan Riau. Sampan ini memiliki peran penting dalam kehidupan masyarakat setempat, terutama dalam hal transportasi antar pulau dan perairan di sekitar Tanjungpinang.

Sampan Apollo digunakan untuk menghubungkan pulau-pulau kecil di sekitar Tanjungpinang. Dengan bentuk yang ramping dan ringan, sampan ini sangat cocok untuk menavigasi perairan dangkal dan mencapai tempat-tempat yang tidak bisa dijangkau oleh kapal-kapal besar. Masyarakat setempat sering menggunakan sampan ini untuk bepergian ke pasar, mengunjungi kerabat, atau bahkan untuk urusan perdagangan.

Ciri Khas

Sampan Apollo biasanya terbuat dari kayu dengan panjang yang bervariasi, tetapi umumnya cukup untuk menampung beberapa penumpang dan barang. Karena kecepatan dan kemudahannya dalam berlayar, sampan ini menjadi pilihan utama bagi banyak penduduk setempat. Sampan ini sering dilengkapi dengan layar atau dayung, meskipun di masa kini, beberapa sudah dimodifikasi dengan motor tempel untuk meningkatkan kecepatan.

Peran Dalam Budaya Lokal

Nelayan Tanjungpinang mengendarai Sampan Apollo di sekitaran Teluk Keriting Tanjungpinang (Foto : Fahry Naviardy)

Selain sebagai alat transportasi, Sampan Apollo juga memiliki nilai budaya yang mendalam. Banyak cerita rakyat dan tradisi lokal yang melibatkan sampan ini, termasuk dalam kegiatan upacara adat dan perlombaan sampan yang kadang-kadang diadakan untuk merayakan acara-acara tertentu.

Pariwisata

Di era modern, Sampan Apollo juga menjadi daya tarik wisata. Wisatawan yang berkunjung ke Tanjungpinang sering tertarik untuk mencoba pengalaman berlayar dengan sampan ini, menjelajahi perairan sekitar, dan menikmati pemandangan alam yang indah. Tur sampan di sekitar kawasan pelabuhan atau ke pulau-pulau kecil di sekitarnya menjadi salah satu aktivitas wisata yang populer.

Sampan Apollo adalah simbol kehidupan maritim yang telah berlangsung lama di Tanjungpinang, mewakili keterhubungan antara pulau-pulau di Riau serta adaptasi masyarakat lokal terhadap lingkungan mereka./pejalan

Editor : pejalan.or.id

Share |

Artikel Terkait