Padang, Pejalan.or.id – Zaki resah ketika ada tempat penyimpanan (stockpile) batubara dekat rumahnya di Kota Padang, Sumatera Barat. Lokasi juga dekat sungai dengan air jernih. Air sungai ini sehari-hari masyarakat gunakan untuk berbagai keperluan.
”Mulai dari abu batubara yang terbang, memperburuk kualitas udara dan berdampak pada pernapasan masyarakat sekitar. Material lain dari batubara juga mencemari sungai-sungai dekat lokasi penumpukan dan sekolah yang terkena abunya,” katanya.
Ada stockpile, katanya, berdampak buruk terhadap kehidupan masyarakat dan lingkungan. Dia dan warga lain protes tempat penyimpanan batubara ada di sana. Mereka resah.
Dilansir dari Mongbay.co.id, Masyarakat didampingi LBH Kota Padang mendatangi Dinas Lingkungan Hidup Kota Padang 15 Oktober lalu. Mereka mempertanyakan perizinan atau dokumen lingkungan stockpile perusahaan CV Alva Elang.
Dalam audiensi itu terkuak DLH Kota belum pernah membahas dokumen lingkungan perusahaan ini. DLH menyatakan, akan meninjau kembali dokumen dan hasil pemeriksaan mereka di lapangan.
Hasil rapat itu DLH tindaklanjuti dengan pertemuan pada 22 Oktober. Mereka menggelar rapat terkait dokumen lingkungan hidup perusahaan itu. Temuannya, izin stockpile ini berbeda antara substansi izin dan aktivitas.
Dalam substansi izin, perusahaan memiliki NIB dengan kode KBLI dengan klasifikasi usaha pergudangan dan penyimpanan. Kode ini hanya untuk pergudangan bahan-bahan seperti pangan, siap jadi, atau yang bersifat ringan dan tak menghasilkan limbah atau zat berbahaya.
DLH Kota Padang kemudian penapisan atau screening dokumen perusahaan. Mereka menilai, stockpile di Jalan Lintas Padang-Painan, Bungus, Teluk Kabung, izin belum clear and clean, termasuk izin lingkungan.
Dalam rapat penapisan itu, Auwilla Putri, Kepala Bidang dan Pejabat Fungsional Pengawasan Dinas Lingkungan Hidup Kota Padang mengatakan, mereka sudah menanggapi perihal aktivitas stockpile batubara di Jalan lintas Padang-Painan.
“Ketika tim turun ke lapangan, ada temuan stockpile sudah beroperasi. Sudah ada penumpukan batubara yang diperkirakan sejumlah 1.000 kubik. Kuat dugaan tidak memiliki persetujuan lingkungan,” ucap Willa kepada peserta rapat.
Dia mengatakan, aktivitas stockpile harus ditutup karena tidak memiliki izin sesuai dengan peruntukan.
“Seluruh aktivitas stockpile harus dihentikan, tidak boleh lagi beraktivitas. Sampai semua perizinan selesai dan yang paling penting itu terkait tata ruang, harus sesuai peruntukan. Kalau tata ruang sudah oke, bisa kita lanjutkan yang lainnya,” katanya.
Untuk stockpile batubara, katanya, perusahaan tak cukup dengan surat pernyataan kesanggupan pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup (SPPL) saja.
“Perusahaan harus melengkapi izin/persetujuan lingkungan yang lebih tinggi dari SPPL, minimal harus memiliki UKL/UPL (upaya pengelolaan lingkungan hidup dan upaya pemantauan lingkungan hidup) atau amdal (analisis mengenai dampak lingkungan) agar bisa beroperasi dan pemerintah bisa mengawasi aktivitas perusahaan.”
Kristian, perwakilan perusahaan yang hadir dalam rapat itu mengaku kebingungan. Perusahaan, katanya, agak kebingungan izin mana yang harus mereka urus karena tidak ada regulasi spesifik untuk stockpile.
Menindaklanjuti itu, stockpile ini DLH Kota Padang hentikan sementara.
Kemudian Mongabay berupaya konfirmasi ulang ke Willa. Dia mengatakan, sebaiknya konfirmasi ke Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kota Padang. Fadel, Kepala Dinas DLH Kota Padang tidak merespon.
Mongabay juga menghubungi direktur dari CV Alva Elang tetapi hanya dijawab dengan emoji dua telapak tangan.
LBH Padang: tak sesuai peruntukan wilayah
Calvin Nanda Permana, Juru Kampanye LBH Padang menyoroti penerbitan izin berusaha kepada Alva Elang tak sesuai tata ruang.
“Kita lihat dari tata ruang, lokasi stockpile batubara itu tidak sesuai peruntukan,” katanya.
Dalam rencana detail tata ruang interaktif Kota Padang, lokasi itu untuk zona pertanian dengan sub zona perkebunan.
“Ini sudah jelas-jelas menyalahi aturan, seharusnya lokasi ITU tidak boleh ada stockpile batubara.”
Dia menduga, ada manipulasi persyaratan penerbitan izin hingga perusahaan mudah mengurus perizinan melalui sistem OSS. Kuat dugaan, katanya, perusahaan tak mengisi ketentuan-ketentuan di sistem OSS dengan jujur hingga terbit izin dengan kategori risiko rendah.
Di sekitar lokasi pun, katanya, tak ada tanda petunjuk stockpile, seperti plang nama, ataupun identitas lain yang seharusnya ada dalam aturan.
Kepolisian dan instansi terkait lain, katanya, harus mengambil sikap dan tindakan tegas menegakkan hukum atas aktivitas stockpile di Jalan lintas Padang-Painan ini.
“Kami juga mendesak Pemerintah Kota Padang, Pemerintah Provinsi Sumbar, dan pihak terkait segera mengambil langkah-langkah menyikapi tindakan-tindakan nakal perusahaan yang melakukan aktivitas ilegal,” katanya.
Pemerintah, katanya, jangan pandang bulu menindak tegas pelaku kejahatan lingkungan. “Pemerintah harus mengutamakan dan mengedepankan kesehatan masyarakat sekitar dan lingkungan ketimbang memberikan peluang kepada perusahaan untuk melakukan kejahatan.” (***)
Editor : _____