Tolak Terima Izin Tambang, Generasi Muda Muhammadiyah Menyatakan Mosi Tidak Percaya

Jawa Timur, pejalan.or.id – Keputusan Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah ikut menerima izin tambang tawaran  pemerintah menuai reaksi di akar rumput. Di Trenggalek, Jawa Timur (Jatim) ribuan kader yang tergabung dalam Angkatan Muda Muhammadiyah (AMM) menggelar deklarasi untuk menolak keputusan itu. Sebelum itu, penerima izin tambang kali pertama Pengurus Besar Nahdlatul Ulama.

Pada Minggu (4/8/24) pagi melibatkan seluruh elemen kepemudaan Muhammadiyah dari Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM), Nasiatul Aisiyah, Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM) hingga Gerakan Kepanduan Hizbul Wathan.

Dikutip dari Mongabay Indonesia, Arifin, Ketua Pimpinan Daerah Pemuda Muhammadiyah (PDPM) Trenggalek, menyebut, keputusan PP bermain tambang mencederai perjuangan AMM menolak kehadiran tambang emas di Trenggalek. Kehadiran tambang hanya akan menghadirkan daya rusak yang tak pernah ada sebelumnya.

“Belum ada tambang saja, hampir tiap tahun kita dilanda banjir. Kita tidak bisa membayangkan jika tambang terbesar di Pulau Jawa itu nanti beroperasi. Karena itu, apapun yang terjadi, bersama Aliansi Rakyat Trenggalek, kita akan teruss berjuang tidak ada tambang emas masuk ke Trenggalek,” katanya sebelum membacakan naskah deklarasi.

Secara ringkas, ada delapan poin pernyataan dalam deklarasi yang dipimpin Arifin itu. Dalam deklarasi itu menekankan, antara lain, soal keputusan pimpinan Pusat Muhammadiyah menerima IUP pemerintah menyakiti hati dan mencederai perjuangan kelompok masyarakat baik internal maupun eksternal Muhammadiyah yang ingin mempertahankan ruang hidup dari pertambangan.

Mereka pun menolak keras keputusan PP Muhammadiyah itu. Dalam deklarasi itu, mereka juga meminta pimpinan Pusat Muhammadiyah membatalkan keputusan penerimaan IUP  karena tambang ekstraktif banyak mudharat.

“Tambang ekstraktif jadi penyebab masifnya perubahan iklim global, kerusakan lingkungan, menurunnya kualitas air dan memicu berbagai macam konflik sosial bagı masyarakat di area tapak tambang,” bunyi satu poin deklarasi.

Mereka mendesak, kalau Pimpinan Pusat Muhammadiyah tak mengubah keputusan, Angkatan Muda Muhammadiyah Trenggalek menyatakan mosi tidak percaya.

Eko Cahyono, sosiolog dari IPB University juga peneliti senior Sayogjo Institute mengatakan, sikap PP Muhammadiyah tak mencerminkan suara di tingkat bawah. “Di [atas menerima], di bawah yang terjadi justru sebaliknya.”

Begitu juga di kalangan Nahdlatul Ulama (NU), pengurus mereka yang duluan menerima tawaran izin tambang pemerintah juga banyak ditolak oleh kalangan pemuda yang selama ini aktif melakukan pendampingan pada isu-isu agraria.

Bagi negara lewat pemerintah,  sikap NU dan Muhammadiyah memang mereka perlukan buat melegitimasi dampak buruk dari industri ekstraktif selama ini.

“Yang tidak disadari justru menjadikan NU maupun Muhammadiyah berhadapan dengan ummatnya sendiri yang akan terkena dampak tambang, “ kata Eko.

Sejauh ini, kata  Eko,  belum pernah menemukan pengelolaan tambang secara baik. “Mafsadatnya itu jelas, empirik, sementara maslahathya masih spekulatif.”

Dia pun khawatir bila keputusan pemerintah memberi konsesi tambang kepada ormas keagamaan semata hanya sebagai instrumen politik atas buruknya pengelolaan tambang selama ini.

“Jika itu yang terjadi, pemerintah akan mendapat topeng atau cover bahwa pengelolaan buruk tambang selama ini bukan mereka yang melakukan, tetapi, ormas-ormas ini, “ kata Eko.

Selama ini, pembukaan tambang banyak persoalan, dari perusakan hutan dan lahan-lahan pertanian maupun kebun atau ruang penghidupan masyarakat, pengabaian hak hingga pengusiran masyarakat.

“Celakanya, lembaga-lembaga ormas ini bisa memproduksi dalil-dalil untuk memperkuat argumentasinya. Bisa bayangin itu kalau kemudian itu dipakai untuk melegitimasi praktik buruk tambang.”

Dia juga mencurigai, pemberian konsesi tambang pada ormas ini bagian dari konsolidasi politik nasional. Tujuannya, mengamankan agenda besar yang sedang digagas pemerintah yang memerlukan dukungan para pihak termasuk ormas. Sebab, ormas-ormas yang memiliki basis massa besar berpotensi jadi ganjalan tatkala mengkritik kebijakan pemerintah. Untuk itu, katanya, jalannya merangkul mereka melalui pemberian konsesi ini.

Jadi, keputusan ormas menerima izin tambang secara tak langsung mendorong kemunculan otoritarianisme. Ormas yang seharusnya jadi penyeimbang dengan tetap bersikap kritis telah berhasil dirangkul pemerintah. “

Warga Desa Dukuh, Kecamatan Watulimo, Kabupaten Trenggalek, Jawa Timur, bersama berbagai elemen termasuk para pemuda NU dan  Muhammdiyah protes rencana kehadiran tambang emas di wilayah mereka. Foto: A. Asnawi

Protes dari Jogjakarta

Sementara sebelum itu di Yogyakarta, sekelompok orang tergabung dalam Forum Cik Ditiro aksi diam di samping Jalan Ring Road Barat 27 Juli lalu. Mereka protes pada pimpinan Muhammadiyah yang mau menerima konsesi tambang saat Rapat Konsolidasi Nasional Muhammadiyah 27-28 Juli 2024 di Universitas Islam Aisiyah (UNISA) Yogyakarta.

Masduki,  inisiator Forum Cik Ditiro (FCD) sekaligus guru besar Ilmu Komunikasi dari Universitas Islam Indonesia (UII), mengingatkan para petinggi Muhammadiyah agar bisa menjaga kewarasan dan akal sehat.

Ormas keagamaan itu bertugas menjadi organisasi masyarakat sipil. “Jadi,  organisasi yang mengontrol negara, pemerintah, dan berpihak pada kepentingan warga negara,” katanya.

Forum Cik Ditiro merupakan gabungan dari 30 lebih organisasi masyarakat sipil di Yogyakarta dan sekitar dengan berbagai latar belakang mulai dari mahasiswa, dosen, peneliti, aktivis, kelompok perempuan, seniman, hingga masyarakat korban dari pembangunan ekstraktif seperti di Wadas, Purworejo.

Dalam setahun terakhir saja, kelompok ini cukup aktif mengkiritik kebijakan pemerintahan Jokowi yang makin melemahkan ruang-ruang demokrasi di Indonesia, dan melahirkan berbagai Undang-undang bermasalah seperti UU Cipta Kerja.

“Dalam kasus tambang ini kami melihat penyakitnya, ancamannya. Indikasinya ada tiga. Pertama, tambang itu merusak, kedua,  tambang itu merusak. Ketiga,  tambang itu merusak. Jadi gak ada yang baik,” katanya di tengah-tengah aksi.

Pertama, tambang itu merusak tata kelola ormas itu sendiri nantinya, kedua,  merusak hak-hak sipil warga negara, banyak korban terpapar bisnis ekstraktif. Yang ketiga,  merusak kekuatan alternatif, dalam hal ini Muhammadiyah itu sebagai masyarakat sipil dalam sistem demokrasi.”

Siang itu, terik matahari sedang panas-panasnya. Sekelompok orang itu menutup mulut dengan lakban berwarna hijau tua tanpa ada suara sedikitpun. Puluhan polisi berpakaian lengkap berjaga-jaga mengawal aksi.

Secara bersamaan, mobil-mobil mewah para pejabat berwarna hitam seraya melintas masuk dikawal langsung aparat kepolisian. Dijadwalkan, acara akan dihadiri mantan Presiden Jusuf Kalla dan presiden terpilih 2024 Prabowo Subianto untuk mengisi dialog kebangsaan.

Massa membentangkan spanduk bergambar para pimpinan Ormas Muhammadiyah dan Nahdatul Ulama (NU) yang menerima tambang.

“Dipisahkan Qunut Disatukan Tambang.”

“Hidup Hidupilah Muhamadiyah, Jangan Mencari Hidup dari Tambang.” Begitu antara lain spanduk yang terpampang di sana.

Pada 28 Juli, Pimpinan Pusat (PP) Muhahammadiyah, Haedar Nashir, didampingi Sekretaris Umum PP Muhammadiyah, Abdul Mu’ti, dalam konferensi pers memutuskan menerima tawaran izin tambang dari pemerintah.

Awalnya,  ormas Islam terbesar di Indonesia, NU di bawah pimpinan Yahya Cholil Staquf, menerima lebih dulu tawaran tambang dari pemerintah. Beberapa ormas keagamaan yang lain menolak tawaran itu seperti Huria Kristen Batak Protestan (HKBP), Nahdlatul Wathan Diniyah Islamiyah (NWDI), dan Konferensi Waligereja Indonesia (KWI). Juga, Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI), Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) dan terkahir dari Jaringan Gusdurian.

Setelah NU, giliran Muhammadiyah sebagai ormas Islam tertua dan terbesar kedua mengikuti langkah NU menerima izin tambang. Hal ini disampaikan dalam Risalah Pleno Pimpinan Pusat Muhammadiyah tentang pengelolaan tambang ramah lingkungan dan kesejahteraan masyarakat di Yogyakarta. Ia disiarkan langsung dalam kanal Youtube Muhammadiyah Channel.

Aktivitas di lokasi tambang batubara milik PT MAS, di Merapi Barat, Kabupaten Lahat.F.RMOL Sumsel

Risalah itu berbunyi, setelah mencermati masukan, kajian, serta beberapa kali pembahasan, rapat pleno PP Muhammadiyah pada 13 Juli 2024 memutuskan menerima IUP tawaran pemerintah dengan pertimbangan sebagai berikut:

  1. Kekayaan alam merupakan anugerah Allah yang manusia diberikan wewenang untuk mengelola dan memanfaatkan sebaik-baiknya untuk kesejahteraan hidup material dan spiritual dengan tetap menjaga keseimbangan dan tidak menimbulkan kerusakan di muka bumi.
  2. Pasal 33 Undang-undang Dasar 1945 menyebutkan bahwa bumi, air, dan kekayaan yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
  3. Keputusan Muktamar ke-47 Muhammadiyah di Makassar 2015 mengamanatkan kepada PP Muhammadiyah untuk memperkuat dakwah dalam bidang ekonomi selain dakwah dalam bidang pendidikan, kesehatan, kesejahteraan sosial, tabligh, dan bidang dakwah lainnya.
  4. Dalam mengelola tambang, Muhammadiyah berusaha semaksimal mungkin dan penuh tanggung jawab melibatkan kalangan profesional dari kalangan kader dan warga persyarikatan. Juga, masyarakat di sekitar tambang, sinergi dengan perguruan tinggi, serta penerapan teknologi yang meminimalkan kerusakan alam.
  5. Dalam mengelola tambang, Muhammadiyah akan bekerja sama dengan mitra yang berpengalaman mengelola tambang, memiliki komitmen dan integritas tinggi, Juga keberpihakan kepada masyarakat dan persyarikatan melalui perjanjian kerja sama yang saling menguntungkan.
  6. Pengelolaan tambang oleh Muhammadiyah dalam batas waktu tertentu dengan tetap mendukung dan mengembangkan sumber-sumber energi yang terbarukan serta budaya hidup bersih dan ramah lingkungan.
  7. Dalam pengelolaan tambang, Muhammadiyah berusaha mengembangkan model yang berorientasi pada kesejahteraan dan keadilan sosial, dan pemberdayaan masyarakat. Juga, membangun ekosistem ramah lingkungan, riset dan laboratorium pendidikan, serta pembinaan jamaah dan dakwah jamaah. Pengembangan tambang oleh Muhammadiyah diusahakan dapat menjadi model usaha “not for profit” dimana keuntungan usaha dimanfaatkan untuk mendukung dakwah dan amal usaha Muhammadiyah serta masyarakat luas.
  8. Menunjuk tim pengelola tambang Muhammadiyah yang terdiri atas Muhadjir Effendy, (ketua), Muhammad Sayuti, (sekretaris), dengan anggota Anwar Abbas, Hilman Latief, Agung Danarto, Ahmad Dahlan Rais, Bambang Setiaji, dan Arif Budimanta.
  9. Tim memiliki tugas, wewenang, dan tanggung jawab yang akan ditetapkan kemudian dalam Surat Keputusan PP Muhammadiyah.

Sana Ulaili, dari Bidang Kajian Politik Sumber Daya Alam Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik (LHKP) PP Muhammadiyah mengatakan, semangat keberpihakan, keadilan, dan solidaritas dalam Muhammdiyah dinegasikan orang-orang di dalam organisasi yang menerima tawaran tambang melalui konsolidasi nasional.

Dia bilang, ada forum lebih tinggi lagi bagi Muhammadiyah selain sidang pleno yang digelar dua hari di Jogja dan tidak melibatkan semua pihak itu.

“Sidang pleno itu sebenarnya enggak wajib diikuti, kalau Tanwir wajib. Tertinggi setelah Muktamar, itu keputusan tertinggi,” katanya.

“Biasanya di Tanwir itu juga akan memutuskan kalau ada fiqih agraria, fiqih ini, fiqih itu, nah itu disahkan di Tanwir.”

Selain menjadi pengurus Muhammadiyah, Sana juga aktif di Solidaritas Perempuan (SP) Kinasih Yogyakarta yang fokus pada isu kesetaraan perempuan dalam pusaran permasalahan lingkungan dan konflik sumber daya alam.

Pencarian jenazah Alif di lubang bekas tambang batubara di Kalimantan Timur pada 2018. Foto dok Jatam Kaltim

Editor : pejalan.or.id

Share |

Artikel Terkait