Tanjungpinang, Pejalan.or.id – Ukurannya hanya sekitar dua sentimeter dan terlihat sepele, tapi puntung rokok menyimpan ancaman besar bagi lingkungan. Puntung rokok menjadi salah satu sampah plastik yang tidak bisa terurai dan paling banyak berserakan di dunia. WHO menyebutkan 40% puntung rokok yang dibuang sembarangan setiap tahunnya berakhir di lautan.
Dilansir dari Mongbay.co.id, Puntung rokok terbuat dari cellulose acetate, sampah ini tidak dapat terurai secara alami oleh mikroorganisme, sama seperti plastik lainnya. Bagaikan gunung es, puntung rokok adalah sampah yang paling sering dibuang sembarangan dan paling mudah ditemukan di seluruh dunia. Di dunia, puntung rokok menyumbang 5-9% sampah atau sekitar 4,5 triliun puntung rokok yang dibuang sembarangan setiap tahunnya.
Di Indonesia, Pusat Penelitian Oseanografi Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) pada 2018-2019 menemukan puntung rokok menjadi sumber sampah tertinggi kedelapan di 18 pantai Indonesia. Angkanya mencapai 6,47%.
Lansiran dari voaindonesia.com, Program Lingkungan PBB (UNEP) mencatat, secara global, lebih enam triliun batang rokok diproduksi setiap tahunnya dan masing-masing mengandung filter pada puntungnya. Ketika dibuang sembarangan, sebagian akan terurai oleh sinar matahari dan kelembaban. Resikonya, proses itu melepaskan mikroplastik, logam berat, dan banyak bahan kimia lainnya yang berdampak pada kesehatan dan ekosistem.
Bahaya Puntung Rokok
Bahaya puntung rokok dapat terwakilkan oleh banyak penelitian di perguruan tinggi, yang berupaya memanfaatkan limbah berbahaya ini. Umumnya, puntung rokok diolah menjadi bio-pestisida untuk melawan serangan hama pada tanaman. Penelitian membuktikan, batang kecil yang oleh perokok diselipkan di bibir mereka ini, sebenarnya adalah pestisida yang ampuh membunuh hama.
Salah satu penelitian, dilakukan Eko Siswoyo, Rahmah Masturah, dan Nurul Fahmi dari Jurusan Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Universitas Islam Indonesia (UII) di Yogyakarta. Hasil penelitiannya menunjukkan senyawa Alkaloid dan Terpenoid sebagai bentuk senyawa kimia yang terkandung pada bio-pestisida ini. Residu bio-pestisida yang terdeteksi adalah asam heksadekanoat dan asam dodecanoik, kedua senyawa ini termasuk dalam asam lemak jenuh
“Intensitas serangan hama pada tanaman tomat dengan penggunaan biopestisida pada tanaman yang terserang ulat adalah sebesar 21 persen termasuk dalam kategori sedang. Sedangkan untuk intensitas serangan hama pada tanaman tanpa penggunaan biopestisida adalah sebesar 69 persen sehingga termasuk dalam kategori serangan hama puso atau paling berat,” jelas dia.
Artinya, puntung rokok mampu menekan potensi serangan hama di tanaman tomat hingga hampir 50 persen.
Penelitian lain dilakukan di Jurusan Pendidikan Biologi, Fakultas Matematika dan IPA, Universitas Negeri Yogyakarta. Dalam penelitian ini, dibuktikan bahwa ekstrak puntung rokok mengakibatkan 100 persen tingkat mortilitas hama Plutella xylostella dalam kurun waktu 3 hari. Peneliti menjelaskan, nikotin di dalam putung rokok terikat dengan asam malat dan asam sitrat. Senyawa-senyawa lain yang terkandung dalam tembakau adalah Amin, Pirol, Pidirin, serta alkaloida Nornikotin dan anabasin.
Penelitian lain dilakukan dosen di Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (UMSU). Salah satu peneliti, Rini Susanti dan sejumlah rekan sudah menerapkan teknik ini kepada para petani.
“Limbah puntung rokok memiliki kandungan nikotin, fenol, dan eugenol yang masing-masing memiliki peran dalam mengendalikan hama pada tanaman. Nikotin bersifat racun bagi organisme, sedangkan berdasarkan penelitian, eugenol dan fenol berperan efektif dalam mengendalikan patogen tanaman,” kata Rini.
Mengalir Jauh sampai Laut
Dari sekitar enam triliun batang rokok yang dikonsumsi setiap tahun di seluruh dunia, Indonesia menyumbang sekitar 323 miliar batang. Umum diketahui, setelah dinikmati asapnya, puntung rokok itu akan dibuang sembarangan. Hujan pelan-pelan membawa puntung rokok itu dan juga sampah lain ke ujung perjalanan mereka yaitu laut.
Peneliti dan dosen di Program Studi Ilmu Kelautan, Universitas Brawijaya, Malang, Dr Defri Yona aktif melakukan penelitian sampah di laut, di mana puntung rokok semakin menonjol.
Puntung rokok ini bagian dari penelitian kami tentang sampah laut. Sebagian besar memang penelitian sampah laut, kami lakukan di wilayah pantai, dan sampah laut ada beberapa kategori, termasuk salah satunya puntung rokok, dan di beberapa pantai yang sudah kita teliti itu, memang salah satu kontributornya adalah dari puntung rokok,” kata dia kepada VOA.
Defri dan rekan peneliti lain aktif mengkaji fenomena ini di pesisir selatan Jawa Timur hingga Bali.
Sebagai pakar kelautan, Defri prihatin dengan semakin banyaknya puntung rokok menjadi bagian dari sampah laut. Kandungan yang berbahaya di dalamnya, berdampak besar jika masuk ke lingkungan.
“Sampai saat ini, memang masyarakat masih menganggap remeh sampah puntung rokok, karena ukurannya kecil, dan bisa dibuang begitu saja. Di saat kandungan polutannya yang banyak itu berpotensi bisa masuk ke lingkungan, kalau dibuang secara sembarangan,” ujarnya.
Organisasi Ocean Conservancy, setiap tahun menggelar International Coastal Cleanup, sebagai upaya global membersihkan pantai dan saluran air dari sampah. Pada 2019, lebih dari 940 ribu sukarelawan dari 116 negara mengumpulkan hampir 32,5 juta sampah. Organisasi ini kemudian mendata dari jumlah itu, yang mencakup 4,7 juta bungkus makanan seperti bungkus permen, keripik, dan sejenisnya, 4,2 juta puntung rokok, 1,8 juta botol plastik, 1,5 juta tutup botol plastik, dan lebih dari 940 ribu sedotan dan pengaduk minuman.
Data ini setidaknya menempatkan puntung rokok dalam peringkat kedua jenis sampah yang mengambang di perairan.
Ocean Conservancy juga mencatat, karena benda beracun ini mengapung di air, satwa kadang keliru menganggapnya sebagai makanan. Bagian kecil dari puntung rokok ditemukan pada sekitar 70 persen burung laut dan 30 persen penyu, menurut laporan lembaga tersebut.
Riset Peneliti Pusat Penelitian Oceanografi – BRIN di 18 pantai di Indonesia pada Februari 2018 – Desember 2019, menemukan fakta bahwa sampah puntung rokok berada di urutan ke delapan dengan proporsi 6.47.
“Setiap per satu meter persegi ditemukan satu puntung rokok,” kata peneliti BRIN, Muhammad Reza Cordova.
Selain itu, riset ini juga mencatat adanya 46,38 persen sampah plastik yang mayoritas adalah sampah sachet pembungkus, kantong plastik, dan botol plastik.
Dari penjelasan di atas sudah dipaparkan mengapa sampah puntung rokok salah satu sampah yang berbahaya bagi lingkungan dan kesehatan. Berikut secara singkat beberapa bahaya yang ditimbulkan oleh sampah puntung rokok:
- Meracuni lingkungan : Puntung rokok mengandung ribuan bahan kimia berbahaya yang dapat membunuh tanaman dan hewan, merusak ekosistem, dan meracuni organisme air.
- Menambah mikroplastik di laut : Puntung rokok filter terbuat dari selulosa asetat, yaitu jenis plastik yang sulit terurai di lingkungan. Diperkirakan satu filter rokok dapat melepaskan hingga 100 serat selulosa asetat setiap hari.
- Sulit terurai secara alami : Puntung rokok tidak dapat terurai secara biologis dan sulit melebur secara alami dalam tanah.
Untuk menanggulangi masalah sampah puntung rokok, beberapa hal yang dapat dilakukan adalah:
- Mengklasifikasikan puntung rokok sebagai sampah B3 sehingga wajib dibuang di fasilitas tertentu.
- Membuang sampah puntung rokok secara terpisah dengan sampah lainnya.
- Mengurangi atau tidak mengonsumsi rokok.
- Memerlakukan industri rokok bertanggung jawab atas sampah yang mereka hasilkan.
Sampah puntung rokok memang kecil, tetapi beracun. Karena dianggap sampah kecil, masih banyak orang mengabaikannya dan dianggap remeh. Sehingga ketidakpedulian ini menyebabkan lingkungan tercemar hingga ke lautan luas. (***)
Editor : _____